7 Fakta Pertemuan Ibu-Anak Terpisah 40 Tahun Dikira Jadi Korban Tsunami Aceh


SURABAYA - Air mata Marmi tak terbendung saat bertemu sang ibu, Wiji usai berpisah 40 tahun lamanya. Tangis wanita berusia 74 tahun ini pecah usai melihat wajah ibunda yang kini berusia hampir 1 abad.

Saking lamanya tak berjumpa, Wiji mengaku bahkan sempat mengira anak dan cucunya sudah meninggal usai menjadi korban tsunami Aceh. Namun, kebahagiaan Wiji pun tak terbendung usai bisa kembali bertemu dengan Marmi dan cucunya

7 Fakta Pertemuan Ibu-Anak Terpisah 40 Tahun Dikira Jadi Korban Tsunami Aceh

Cerita Ibu dan Anak Terpisah 40 Tahun Dikira Jadi Korban Tsunami Aceh

1. Bertemu di Rumah Wiji di Tulungagung

Keduanya bertemu di Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut, Tulungagung. Perempuan berusia hampir 1 abad ini langsung memeluk Marmi dengan erat. 

"Ya Allah, Ya Allah," ucap Wiji, Senin (29/4/2024).

2. Wiji Selalu Tunggu Bus yang Lewat

Wiji bercerita, sejak kehilangan kontak dengan keluarga anaknya, dia selalu kepikiran dan selalu berdoa agar anak cucunya diberikan keselamatan.

"Sampai-sampai saya itu kalau ke pasar, ada bus datang saya tungguin. Siapa tahu anak saya pulang, saking kangennya," kata Wiji.

3. Sempat Dikira Meninggal Jadi Korban Tsunami

Puluhan tahun tak ada kabar. Puncaknya pascatsunami Aceh 2004, Wiji mendengar kabar bahwa keluarga anaknya meninggal akibat bencana itu. Dia mulai mengikhlaskan sampai menggelar selamatan untuk orang meninggal.

"Sudah selamatan berulang kali, ikhlas tidak ikhlas ya saya ikhlaskan. Ya Allah, hati tidak karu-karuan. Sekarang sudah senang," ujarnya.

4. Bahagia Bisa Bertemu Lagi

Menurutnya, kebahagiannya bisa bertemu dengan anak dan cucunya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

"Saiki wis bungah, wong ilang sampun temu malih (sekarang ya senang, yang hilang sudah ketemu kembali)," kata Wiji sambil tersenyum.

"Sekarang saya mau di sini dulu biar terobati kangennya," sahut Marmi.

5. Awal Mula Hilang Kontak

Marmi datang ke Ngunut, Tulungagung bersama anaknya Suyadi alias Yatimin setelah berhasil melacak keberadaan keluarganya melalui bantuan media sosial pemerintah desa.

Perempuan itu menceritakan bahwa pada 1976, ia bersama suami dan anaknya pamit merantau ke Simalungun, Sumatera Utara. Saat di perantauan, Marmi sempat beberapa kali berkomunikasi dengan keluarganya di Tulungagung melalui surat.

"Waktu itu berangkat 4 orang, saya, suami saya Sumani, dan anak saya Trimo dan Suyadi. Kemudian tahun 1984 saya dan Trimo sempat pulang, kemudian balik lagi," kata Marmi.

Kesibukan di perantauan hingga pindah ke Bengkalis, Riau membuat mereka jarang berkirim kabar. Hingga akhirnya, mereka kehilangan kontak dan sama sekali tidak berkomunikasi.

6. Bertemu Kembali Usai Melacak Keberadaan Wiji

Hal senada disampaikan Suyadi. Dia mengakui sempat lalai sehingga tidak bisa lagi berkomunikasi dengan keluarganya di Ngunut, Tulungagung. Keinginan untuk melacak keluarga neneknya akhirnya muncul pada 2019. Dibantu salah satu keponakan, mereka mulai melakukan upaya pencarian.

Hingga akhirnya April 2024, keponakannya mencoba mengirim pesan ke akun Instagram Kantor Desa Kaliwungu. Saat itu pihaknya menjelaskan secara rinci keluarga nenek Wiji yang dicari.

"Disebutkan namanya nenek siapa, kemudian saudara ibu saya siapa saja dan sebagainya," kata Suyadi.

7. Dibantu Pemdes Kaliwungu

Gayung bersambut, admin Instagram Desa Kaliwungu merespons pesan dari keluarga Marmi. Bahkan pihak desa juga membantu berkomunikasi dengan keluarga Wiji.

"Alhamdulillah, kami langsung komunikasi dengan Mbah Wiji dan keluarganya. Ternyata benar. Saat kami tunjukkan fotonya, mereka semakin yakin," kata salah satu perangkat Desa Kaliwungu, Nur Yusuf.

Setelah dapat kepastian, Marmi dan Suyadi bertolak dari Riau ke Tulungagung menemui orang tuanya.

"Saya sangat senang sekali, nyatanya saya masih punya embah (nenek)," ujar Suyadi.[detik.com]


Post a Comment

Previous Post Next Post