Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR Syamsurizal mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah syarat usia pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Syamsurizal menilai MA mestinya tak gampang mengutak-atik aturan, apalagi hanya untuk kepentingan pihak tertentu. Menurut dia, pembahasan ini mestinya diberikan kepada DPR sebagai pembentuk undang-undang.
"Kita menyarankan jangan terlalu cepat diutak-atik untuk memenuhi kebutuhan kepentingan pihak tertentu atau orang tertentu," kata dia di kompleks parlemen, seperti yang di lansir pada laman CNN Indonesia, Selasa (4/6).
Menurut Syamsurizal, putusan MA hanya menunjukkan tata kenegaraan yang tidak baik. Apalagi, aturan tersebut bisa mengikat semua orang. Dia ingin agar tata cara penyusunan perundang-undangan harus demokratis dan melibatkan semua pihak.
Syamsurizal bilang hingga kini Komisi II DPR belum menjadwalkan pembahasan perubahan Peraturan KPU imbas putusan itu. Namun, dia menegaskan KPU tak bisa langsung mengubah aturan syarat pencalonan terbaru usai putusan MA sebelum dibahas bersama DPR.
Nantinya, kata dia, perubahan harus dibahas bersama wakil pemerintah, dalam hal ini Kementerian dalam Negeri (Kemendagri). Syamsurizal juga tak mau berspekulasi soal waktu berlaku putusan MA tersebut, apakah bisa langsung di Pilkada 2024 atau setelahnya.
"Ya harus, harus di DPR dulu, karena itu akan menjadi PKPU kan, nah KPU itu enggak bisa buat surat sendiri harus melalui kita di Komisi II dulu," katanya.
Sementara, pakar hukum pemilu Titi Anggraini berpendapat Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 tentang aturan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur atau kepala daerah (cakada) tidak bisa diterapkan pada Pilkada 2024.
Titi menyebut tahapan Pilkada 2024 sudah berlangsung sebelum keluarnya putusan MA itu. Saat ini, tahapan pilkada sudah dilakukan verifikasi administrasi dukungan bakal calon perseorangan.
"Harus prospektif putusannya. Berlaku ke depan bukan untuk tahapan yang sekarang," kata Titi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/6).